Elegant Rose), auto;}

Sabtu, 23 Februari 2013

TEORI K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)



A.    LANDASAN TEORI K3
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.Namun patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya dalam lingkungan perusahaan.Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba mengambarkan arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan.
K3 Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat pentingnya memahami arti kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.

Tujuan pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada pasal 3 ayat 1 UU NO 1970 tentang keselamatan kerja yaitu :
1.      Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2.      Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3.      Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4.      Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5.      Memberikan pertolongan pada kecelakaan
6.      Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran
7.      Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
8.      Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis peracunan, infeksi dan penularan
9.      Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10.  Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
11.  Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12.  Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
13.  Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
14.  Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang maupun tumbuhan
15.  Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16.  Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dn penyimpangan barang
17.  Mencegah terkena aliran listrikyang berbahaya
Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir.

International labour organization (ILO) dan world health organitation (WHO) Committee on occupational health pada tahun 1990 telah menetapkan secara garis besar batasan dan tujuan kesehatan kerja, antara lain :
1.      Memberikan pemeliharaan peningkatan derajat kesehatan pada tingkat yang setinggi-tinggi nya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan social masyarakat pekerja di semua kalangan.
2.      Mencegah timbulnya ganguan kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh kondisi atau keadaan lingkungan kerjanya.
3.      Memberikaan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaan dan factor yang membahayakan kesehatannya.
4.      Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis.
Berdasarkan Undang-Undang No 1 tahu 1970, bertujuan agar masyarakat dan lingkungan kerja menjadi aman, sehat dan sejahtera yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas serba efisien hal yang paling utama dalam Undang-Undang tersebut adalah suatu system pencegahan, serta perangkat K3 dalam suatu unit usaha, syarat-syarat K3 di tempat kerja, hak kewajiban, tanggung jawab dan sanksi serta pembinaan kerja.
a)      Peranan K3 di rumah sakit
            Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi.Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial danergonomi.Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat-obatan)
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik.Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.
b)     Peranan K3 dalam industry
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhisosial,mental dan phisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktifitas.Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja, meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional.Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yangsudah maju.Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhipembangunan ekonomi. Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif
terhadap kesehatan, seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya. Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global dibidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga melakukan perubahan-perubahan dalam pembangunan baik dalam bidang tehnologi maupun industri.Dengan adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit / kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan.
Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan) , faktor fisik (panas , Bising, radiasi) dan factor kimia. Masalah gizi pekerja juga merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit Jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya.Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan pemecahan masalahnya hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan Promosi kesehatan ini dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta hasil dari konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan komitmen yang tinggi Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut terutama melalui program perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan diantaranya adalah tatanan tempat kerja.

Kamis, 14 Februari 2013

KASUS GIZI BURUK di INDONESIA (Tugas Akhir SMT I)





BAB I
PENDAHULUAN

                                                                        
A.    LATAR BELAKANG
Gizi adalah suatu proses organism menggunakan makanan yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolism, dan pengeluaran zat-zat yang tidak di gunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Memakan makanan yang beraneka ragam sangatlah bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang di perlikan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya atau triguna makanan, yaitu makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Makanan sebagai zat tenaga antara lain : beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mie. Sedangkan makanan sumber zat pembangun berasal dari kacang-kacangan, tempe, tahu.
Saat ini banyak sekali permasalahan gizi di masyarakat, penyebab terjadinya gizi kurang antara lain dapat disebabkan oleh:
1.      Penyeb Langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang.
2.      Penyebab Tidak Langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang, yaitu :
o  Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
o  Pola pengasuhan anak kurang memedai
o  Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai



Dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, penderita kurang gizi merupakan masalah yang amat pelik dan tidak mudah penanganannya. Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular yang terjadi pada sekelompok masyarakat di suatu tempat. Umumnya penyakit kurang gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menyangkut multidisiplin dan selalu harus di control terutama masyarakat yang tinggal di Negara-negara berkembang.
Berdasarkan penyelidikan dan pengalaman, ada dua hal penting yang berhubungan dengan malnutrisi dan hal yang perlu diperhatikan dalam usaha memperbaiki status gizi, yaitu :
1.   Factor makanan saja
2.   Standar hidup secara nasional tinggi.

Kelompok masyarakat  yang berpeluang terkena resiko menderita penyakit kurang gizi adalah :
1.      Kelompok masyarakat miskin
2.      Kelompok usia lanjut yang di rawat di RS
3.      Kelompok peminum alcohol dan ketergantungan obat
Keadaan penyakit kekurangan gizi terbagi menjadi dua kelas berikut:
1.      Penyakit kurang gizi primer
Contoh : pada kekurangan zat gizi esensial spesifik, seperti kekurangan vitamin C, maka penderita mengalami gejala scurvy, beri-beri karena kekurangan vitamin B1
2.      Penyakit kurang gizi sekunder
Contoh : penyakit yang di sebabkan oleh adanya gangguan absorpsi zat gizi atau gangguan metabolism zat gizi.

Saat ini kasus gizi buruk di Indonesia sudah mengalami penurunan jumlah. Tercatat penurunan kasus gizi kurang dari 31 persen di tahun 1990 menjadi 17,9 persen di tahun 2012. Kasus gizi kurang banyak dialami oleh beberapa daerah yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT.  Daerah tersebut banyak terdapat penderita gizi buruk, yang menjadi penyebab utamanya adalah masalah perekonomian yang banyak di alami masyarakat tersebut. Selain masalah ekonomi, kurangnya pendidikan akan kesehatan dan pangan juga mempengaruhi masalah gizi buruk. Dalam melakukan pemantauan status gizi, dapat di lakukan dengan dua cara yaitu :
1.      Pengukuran langsung
Pengukuran langsung ini bisa di lakukan dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Pengukuran antropometri digunakan untukmemantau dimensi dan konsumsi tubuh pada berbagai tingkat umur.
2.      Pengukuran tidak langsung
Dapat dilakukan dengan survey konsumsi, statistic vital dan factor ekologi. Survey konsumsi dilakukan untuk melihat jumlah dan macam zat gizi yang di konsumsi. 















BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERMASALAHAN
Kasus Gizi Buruk, Indonesia Masuk Lima Besar
      Rabu, 18 Januari 2012 | 20:40
Ilustrasi (sumber: Antara)

Namun kasus gizi buruk pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1990 menjadi 17,9 persen pada tahun 2012.
Hingga kini Indonesia masuk dalam lima besar untuk kasus gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp700 miliar per tahunnya.
Saat ini kemenkes memrioritaskan penanggulangan gizi buruk di enam provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT.
Enam provinsi itu diprioritaskan karena masih banyaknya kasus gizi buruk ditemukan.
Demikian yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih di Seminar Nasional Pangan dan Gizi 2012 di Jakarta, hari ini.
"Masalah gizi itu penting karena berhubungan dengan kualitas bangsa Indonesia. Kita punya program Seribu Hari Pertama untuk Negeri yaitu masa kritis perkembangan fisik dan intelektual anak," ujarnya. Program tersebut merupakan penjabaran dari gerakan Scaling-Up Nutrition Movement, yang dicanangkan PBB pada September 2011.
"PBB mengajak negara-negara anggotanya untuk melakukan perbaikan gizi yang antara lain memfokuskan pada seribu hari pertama kehidupan. Kami telah mengirimkan surat kepada Sekjen PBB menyampaikan kesanggupan bergabung dalam gerakan ini," kata Menkes.
Secara nasional, diperkirakan ada sekitar 4,5 persen dari 22 juta balita atau 900 ribu balita mengalami gizi kurang atau gizi buruk.
Meski demikian, Menkes mengungkapkan bahwa angka prevalensi gizi kurang pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1990 menjadi 17,9 persen pada tahun 2012. Menkes juga menyatakan Indonesia berhasil menanggulangi masalah gizi mikro dimana defisiensi vitamin A sudah tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat serta gangguan akibat kekurangan yodium makin berkurang. "Pemerintah tidak lagi memberikan kapsul yodium sebagai pencegahan. Demikian pula untuk prevalensi anemia gizi telah ada perbaikan dan masalah gizi mikro lainnya seperti zink, kalsium, fosfor, beberapa vitamin dan mineral esensial selalu dipantau," ujarnya.


B.     PEMBAHASAN
Permasalahan gizi buruk kerap kali terjadi pada anak-anak maupun balita yang biasanya terjadi di  kalangan keluarga menengah kebawah. Kasus gizi buruk merupakan kasus kesehatan yang harus segera di tangani karena merupakan hal yang berbahaya bagi kesehatan terutama pada balita dan masalah gizi itu penting karena berhubungan dengan kualitas bangsa Indonesia. Hingga kini, kasus gizi buruk di Indonesia masuk dalam lima besar, hal ini sungguh memprihatinkan. Kementrian kesehatan (kemenkes) telah mengupayakan agar gizi buruk yang ada di Indonesia bisa di selesaikan ataupun di tanggulangi, kemenkes Indonesia telah mengajukan anggaran sebesar Rp 700 miliar setiap tahunnya. Hal tersebut di lakukan kemenkes untuk memperkecil angka gizi buruk yang ada di Negara ini. Penanganan gizi buruk saat ini yang lebih di prioritaskan adalah di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT.
            Gizi buruk sering kali terjadi pada masyarakat yang tergolong dalam status perekonomian menengah kebawah. Timbulnya gizi kurang juga dapat disebabkan oleh asupan makanan dan penyakit. Anak yang mendapat asupan makanan yang cukup tetapi sering sakit, juga dapat mengalami gizi kurang dan anak yang tidak mendapatkan asupan makanan yang cukup maka daya tahan tubuhnya akan lemah dan akan mudah terserang penyakit. Makanan yang di sediakan tidak hanya harus memenuhi dalam jumlah yang cukup, tetapi juga hars memiliki mutu gizi yang baik. Asupan makanan yang di konsumsi juga harus seimbang antara protein, karbohidrat, kalsium, vitamin A, yodium, zat besi, dan lain sebagainya. Saat ini pemerintah telah mengupayakan agar gizi di masyarakat lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.
Upaya pemerintah untuk menanggulangi permasalahan gizi buruk tersebut sudah cukup menunjukkan hasil walaupun belum maksimal. Kasus gizi buruk yang terjadi di Indonesia hingga saat ini tercatat 17,9 persen. Angka tersebut sudah menunjukkan bahwa adnya perubahan status gizi masyarakat yang sudah mulai membaik. Perubahan gizi masyarakat Indonesia yang tercatat dari tahun 1990 hingga sekarang yaitu angka prevalensi gizi kurang pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1990 menjadi 17,9 persen pada saat ini di tahun 2012. Secara nasional, diperkirakan ada sekitar 4,5 persen dari 22 juta balita atau 900 ribu balita mengalami gizi kurang atau gizi buruk. Menkes juga menyatakan Indonesia berhasil menanggulangi masalah gizi mikro dimana defisiensi vitamin A sudah tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat serta gangguan akibat kekurangan yodium makin berkurang. Pemerintah tidak lagi memberikan kapsul yodium sebagai pencegahan. Demikian pula untuk prevalensi anemia gizi telah ada perbaikan dan masalah gizi mikro lainnya seperti zink, kalsium, fosfor, beberapa vitamin dan mineral esensial selalu dipantau,











BAB II
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Kasus gizi buruk merupakan kasus kesehatan yang harus segera di tangani karena merupakan hal yang berbahaya bagi kesehatan terutama pada balita dan masalah gizi itu penting karena berhubungan dengan kualitas bangsa Indonesia. Gizi buruk sering kali terjadi pada masyarakat yang tergolong dalam status perekonomian menengah kebawah. Timbulnya gizi kurang juga dapat disebabkan oleh asupan makanan dan penyakit. Anak yang mendapat asupan makanan yang cukup tetapi sering sakit, juga dapat mengalami gizi kurang dan anak yang tidak mendapatkan asupan makanan yang cukup maka daya tahan tubuhnya akan lemah dan akan mudah terserang penyakit.  Upaya pemerintah untuk menanggulangi permasalahan gizi buruk sudah cukup menunjukkan hasil walaupun belum maksimal. Kasus gizi buruk yang terjadi di Indonesia hingga saat ini tercatat 17,9 persen. Angka tersebut sudah menunjukkan bahwa adnya perubahan status gizi masyarakat yang sudah mulai membaik.

B.     SARAN
Masyarakat harus mengetahui tentang pentingnya kebutuhan gizi dalam kehidupan, pemerintah juga harus selalu memantau status gizi masyarakat agar tercipa lingkungan kehidupan masyarakat yang sehat.








DAFTAR ISI
2.      Hariyanti, Dwi. 2012. Catatan Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : Stikes Surya Global Yogyakarta.
3.      Atikah dan Asfuah. 2009. Gizi Untuk Kebidanan ; medical book . Yogyakarta : Nuha Medika.
4.      Achadi, Endang. 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Karisma Putra Utama Offset.